Pengertian dan Ruang Lingkup Pendidikan Multibudaya
Istilah
multibudaya (multiculture) jika ditelaah asal-usulnya mulai dikenal sejak tahun
1960-an. Sejarah mencatat adanya pernyataan dari Will Kymlicka yang mengatakan
bahwa multi budaya merupakan suatu hak-hak universal yang melekat pada hak-hak
individu maupun komunitasnya yang bersifat kolektif dalam mengekspresikan
kebudayaannya. Sedangkan Menurut Stavenhagen (1986), memandang bahwa kosep
multibudaya mengandung dua pengertian. Pertama, ia merupakan realitas sosial
dalam masyarakat yang heterogen. Pernyataan ini bertolak dari realitas bahwa
sebanyak 95% negara-negara di dunia pada dasarnya adalah bersifat multi budaya
mengingat secara etnis dan budaya bersifat plural. Kedua, multibudaya telah
diangkat sebagai keyakinan , ideologi, sikap, maupun kebijakan yang menghargai
pluralisme dan budaya sebagai suatu yang berhargsa, potensial, yang harus
dipelihara dan ditumbuhkembankan.
Yudistira K.
Garna (2003: 164) berpendapat bahwa dalam masyarakat majemuk , terdapat dua
tradisi dalam sejarah pemikiran sosial. Pertama bahwa kemajemukan itu merupakan
wujud dari pembagian kekuasaan diantara kelompok-kelompok masyarakat yang
bersatu. Kedua, masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai
kelompok ras/etnik yang berada dalm satu sistem atau pemerintahan.
Implikasi dari
adanya masyarakat majemik itu memiliki berbagai kelompok budaya yang beragam.
Pendididkan multi budaya dalam perkembangannya sebagai suatu sikap praktik
sosial, dan kebijakan pemerintah yang sekarang ini telah meluas kearah
keyakinan atau kebijakan politik pemerintah yang mengarah pada penanaman dan
pemeliharaan idiologi dalam pengembangan kebudayaan menciptakan mesyarakat yang
sehat.
Pendidikan
multibudaya ini jaga dihubungkan dengan integrasi bangsa. Melalui paengembangan
nasionalis multikultur dapat dipelihara dan dikembangkan integrasi bangsa yang
lebih handal. Hal ini karena dianggap bahwa menciptakan masyarakat yang
berkeadilan sosial yang disatukan oleh nilai-nilai bersama akan memungkinkan
terwujudnya masyarakat sosial politik bersama dalam perbedaan yang ideal.
Pendidikan
multibudaya yang sarat dengan penghargaan, penghormatan, dan kebersamaan dalam
satu komunitas yang majemuk inilah yang oleh Blum(2001:16), menyatakan bahwa
Multi budaya meliputi sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya
seseorang, dan sebuah penghormatan dan keingin tahuan tentang budaya etnis
orang lain. Ia meliputi penilaian terhadap kebudayaan- kebudayaan orang lain,
bukan dalam arti menyetujui seluruh aspek dari kebudayaan-kebudayaan tersebut,
melainkan mencoba melihat bagaimana kebudayaan tersebut dapat mengekspresikan
nilai bagi anggotanya sendiri.
Kata kunci
dalam pendidikan multibudaya tersebut, yakni pengakuan adanya perbedaan dan
penghargaan terhadap dua kata yang selama ini dikontraskan. Oleh karena itu
dalam pendidikan multibudaya tidak beralandaskan pada pemilikan terhadap budaya
tertentu, tetapi berlandas pada kesadaran untuk menghargai dan menghormati.
Keanekaragaman bukan faktor penetu pemecah belah bangsa, melainkan mam[pu
menjadi bumbu kehidupan bagi perekat bangsa-bangsa di dunia.
Menurut Blum,
elemen-elemen pendidikan multi budaya mencakup tiga hal yaitu:
- . Menegaskan identitas kultural seseorang, mempelajari dan menilai warisan budaya sesorang. Dalam hal pemahaman identitas kultural orang lain tidak diartikan pemahami seluruhnya. Pemahaman disini juga tidak menghalangi kritik terhadap budaya tersebut.
- 2. Menghormati dan berkeinginan untuk memahami serta belajar tentang kebudayaan-kebudayaan yang bukan kebudayaannya. Hal ini merupakan kelanjutan yang penting dari elemen pertama.
- . Menilai dan merasa senang dengan kebudayaan itu sendiri. Dalam hal ini memandang keanekaragaman budaya itu sebagai suatu kebaikan yang positif untuk dihargai, diterima dan dipelihara dalam komunitasnya.
Pendidikan multibudaya dalam kebijakan sosial politik
Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang pluralis bahkan mungkin paling pluralis di
dunia. Bangsa ini terdiri ari ratusan ras, budaya, agama dan adat istiadat.
Pluralisme multidimentional ini telah membentuk mozaik keIndonesiaan yang
sangat indah dan mempesona, tetapi sekaligus rawan terhadap konflik. Ketidak
mampuan mengolah pluralisme inilah yang mendorong terjadinya gejolak sosial
politik yang bernuansa SARA (suku, agama, ras antar golongan).
Pendidikan
multibudaya sebenarnya menjadi suatu keharusan kebijakan sosial politik karena
fakta pluralitas etnik dan budaya tidak saja dibenarkan secara historis,
sosiologis, antropologis, melainkan juga teologis. Selain itu pluralisme juga
merupakan akibat dari gelombang urbanisasi dan globalisasi di dunia. Hal yang
perlu dihindari dalam pendidikan multibudaya yaitu sikap ekslutifisme dan
fanativisme etnis yang sempit. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan dan kebenaran
pendidikan multibudaya itu menjadi idiologis bangsa Indonesia yang sarat dengan
keanekaragaman. Dengan demikian dapat dinikmati seluruh keanekaragaman yang ada
tanpa menghilangkan realitas yang kaya dengan perbedaan.
Peran Pendidikan Multibudaya Dalam Integrasi Bangsa
Integrasi
bangsa merupakan penyatuan secara terencana dari berbagai golongan etnik,
agama, bahasa, budaya yang berbeda-beda menjadi satu kesatuan yang serasi atau
satuan dalam kahidupan berbangsa dan bernegara. Integrasi bangsa di Indonesia
sampai saat ini masih menjadi masalah yang dianggap kompleks dan menunntut
keseriusan dalam penyelesaiannya. Kompleksitas permasalahan tersebut juga
dimungkinkan terjadi karena masalah upaya pemerintah sendiri yang kurang serius
dalam menangani masalah itu.
Menurut
Bechtiar(2001:51), menyatakan bahwa dalam upaya memperkuat integrasi bangsa ini
kiranya belum adanya rencana ataupun progam yang besar, seperti halnya rencana
pembangunan ekonomi yang dibuat Bappenas. Program integrasi bangsa yang hendak
mengusahakan persatuan dan kesatuan bangsa ini, pada dasarnya bukan tugas
perseorangan atau golongan tertentu saja, melainkan tugas semua pihak yang
menyatukan diri dalam ikatan nasional indonesia. Setidaknya masing-masing orang
atau golongan dengan cara masing-masing diharapkan ikut memperjuangkan
integrasi nasionalyang merupakan kepentingan bersama.Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah tidak memprogramkan secara eksplisit sebagaimana program pembangunan
lainnya yang direncanakan secara rinci.
Pendidikan Multi budaya dan globalisasi
Pendidikan
multibudaya sebagai praktik social dan kebijakan pemerintah, dawasa ini telah
diterim oleh banyak Negara sebagai suatu yang penting. Berry, dkk (1998: 576)
menyabitkan bahwa multibudaya bahkan menjadi semacam ideology dalam
mengembangkan kebudayaan serta upaya menciptaka mesyarakat yang sehat.
Multibudaya pada hakekatya dimaksudkan untuk menciptakan suatu konteks
sosiopolitis yang memungkinkan individu dapat mengembangkan kesehatan jati diri
dan secara timbale balik mengembangkan sikap-sikap antar kelompok yang positif
demi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan masyarakat. Proses menuju
pengakuan tersebut adalah sebuah pendakian yang terjal, dan sikap terhadap
realitas multibudaya masyarakat atau bangsa mengalami perkembangan sepanjang
sejarah.
Padahal
multibudaya pada masa lampau dipandang sebagai suatu yag tidak berguna, dan
pandangan yang anti pluralisme ini justru berkembang di negar-negara Barat.
Bahkan ada yang menganggap bahwa multibudaya hanya menciptakan garis pemisah
yang kuat antar kelomok dalam masyarakat oleh karena itu apa yang seharusnya
terjadi adalah asimilasi. Ada juga yang berpendapat bahwa jika ditinjau dari
aspek HAM maka pendidikan multibudaya ini disamping melindungi hak-hak individu
juga mencakup hak-hak kolektif ataupun budaya komunitas.
Perkembangan
selanjutnya pendidikan multibudaya tersebut cepat meluas. Gerakan pendidikan
multibudaya sekarang telah berkembang menjadi semacam keyakinan, sikap, dan
kebijakan. Pendidikan multibudaya tidak hanya sekedar semboyan, retrotika
politik atau hanya pengakuan simbolis terhadap kekayaan realitas.Secara
teoritis Indonesia dengan semboyan Bhineka tunggal ika termasuk ke
dalam Negara yang dengan realitas etnik dan budaya yang heterogen serta
menerima konsep multikultur.te dalam praktek kebijakan public terutama sebelum
refformasi Indonesia cenderung mengarah pada monokulturalisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar